Postingan kali ini merupakan bagian terakhir dari seri tulisan tentang burung-burung di Halmahera. Semua jenis burung yang dibahas pada edisi kali ini, berukuran kecil, tergolong burung pemakan serangga (insectivor), pemakan biji-bijian (granifor), pemakan ikan (iktiovor) dan pengisap madu (nectarivor).
- Kancilan Emas Halmahera (Pachycephala pectoralis).
Kancilan Emas (Suku Pachycephalidae) ini termasuk salah satu burung kecil terindah yang tertangkap oleh kamera penulis di Halmahera. Badan kecil (17 cm), berbulu hitam, putih, dan kuning.
Mahkota, sisi kepala, tengkuk, dan pita pada tenggorokan burung jantan berwarna hitam; dagu dan tenggorokan putih; tubuh bagian atas hijau-zaitun; ekor kehitaman; tubuh bagian bawah kuning-emas.
Tubuh bagian atas burung betina berbulu coklat-zaitun suram; tubuh bagian bawah berbulu kuning-tua keabu-abuan; tungging tersapu kuning. Iris merah; paruh coklat; kaki abu-abu.
Gambar 1. Kancilan Emas Halmahera (ras mentalis). Sumber: dokumentasi pribadi.
Meski bertubuh kecil, Kancilan Emas memiliki pergerakan yang sangat gesit bagai Kancil. Burung ini seringkali ditemukan meloncat dari satu dahan ke dahan lainnya dengan cepat untuk berburu serangga. Suara kicauannya terdengan jelas, terdiri dari tiga atau empat nada merdu yagn berulang dan diakhiri dengan nada rendah menyentak “di-di-di-awit”.
Daerah sebaran Kancilan Emas terbentang luas di Asia, Australia dan Pulau-Pulau Pasifik. Burung ini dibagi menjadi 59 subspesies berbeda, yang menjadikannya sebagai salah satu spesies burung dengan jumlah varietas (ras) terbanyak di dunia. Hubungan kekerabatan antar ras masih belum jelas dan perlu diteliti lebih lanjut.
Kancilan Emas tersebar di Halmahera, Obi dan Bacan termasuk ras mentalis. Kancilan Emas sering mengunjungi hutan dan pepohonan rapat atau tumbuhan sekunder sampai ketinggian 1460 mdpl.
Hidup sendirian atau berpasangan, namun saat berburu sering bergabung dalam kawanan berbagai jenis burung. Memburu mangsa pada tajuk bagian tengah dan atas. Saat bercumbu, burung jantan sering menggoyangkan tubuhnya maju-mundur.
Populasi yang masih banyak dan daerah sebaran yang sangat luas menjadi pertimbangan IUCN untuk menempatkan Kancilan Emas dalam kategori beresiko rendah (LC) untuk punah. Burung ini tidak termasuk dalam lampiran Appendiks CITES dan tidak masuk dalam daftar satwa liar yang dilindungi di Indonesia.
2. Kipasan Kebun (Rhipidura leucophrys).
Burung Kipasan (Suku Rhipiduridae) berukuran kecil (20 cm), dengan ekor yang panjang. Berselimutkan bulu berwarna hitam, kecuali bagian perut dan alis yang putih. Kicauannya keras, parau, namun berirama, dan tersentak-sentak. Juga mengeluarkan suara yang terdengar seperti suara orang tertawa parau, diselingi dengan nada yang lebih manis.
Kipasan Kebun termasuk burung yang sangat aktif dan berpembawaan ceria. Gerakan tubuhnya lincah dan jenaka bahkan terkesan genit saat menggerakkan ekornya. Meskipun bertubuh kecil, burung ini sangat agresif dalam mempertahankan daerah teritorialnya. Burung ini dikenal sering menyerang burung lain yang lebih besar.
Bahkan burung pemangsa seperti Elang sekali pun, akan segera diserang dan diusir jika mendekati sarangnya. Aktif mengeluarkan suaranya dan mengejar serangga di permukaan tanah. Juga mengusir burung pemangsa yang memasuki wilayahnya. Sering teramati mengikuti kawanan ternak. Menghuni daerah pantai, kebun-kebun, sungai-sungai kecil, daerah savana, dan perkotaan sampai ketinggian 1300 mdpl.
Gambar 2. Kipasan Kebun (ras melaleuca) di Halmahera. Sumber: dokumentasi pribadi.
Kipasan Kebun terutama tersebar di Indonesia Timur hingga Australia. Berdasarkan daerah sebaran dan karakter fisiknya, dibagi menjadi 3 subspesies (ras):
- melaleuca (Quoy & Gaimard, 1830): Maluku, Kepulauan Papua bagian barat, Pulau Papua dan satelitnya (termasuk Goodenough, Fergusson dan Normanby, di Kepulauan D’Entrecasteaux), Kepulauan Aru, Kepulauan Bismarck, P. Buka, P.Bougainville, dan Kepulauan Solomon.
- picata (Gould, 1848): seperempat bagian utara Australia dari Kimberley (di Australia barat) dan setengah bagian utara wilayah Northern Territory ke timur sampai Queensland utara.
- leucophrys (Latham, 1801): tiga-per-empat daratan Australia selatan
Daerah sebaran yang luas dan populasi yang besar menyebabkan burung ini dikategorikan bersiko rendah (LC) oleh IUCN, tidak termasuk daftar Appendiks CITES dan tidak termasuk daftar satwa liar yang dilindungi Undang-Undang.
3. Cekakak Biru-langit (Todiramphus azurea).
Cekakak Biru-langit (Suku Alcedinidae) termasuk jenis Raja Udang berbadan kecil (16 cm). Tubuh bagian atas biru tua, tubuh bagian bawah jingga coklat keemasan, paruh hitam kokoh; mahkota biru tua pekat.
Jenis yang mirip: Raja-udang Erasia tubuh bagian atasnya agak lebih hijau, garis tengah punggung biru berpendar, dan tepi bulu mahkota pucat. Mirip suara Udang-merah Kerdil tetapi bernada lebih tinggi dan kurang bergetar.
Hidup di kawasan perairan di dalam hutan mangrove dan hutan dataran rendah sampai ketinggian 1000 m (jarang sampai 1500 m). Bertengger di tepi hutan dekat perairan, tenang melayang di atas permukaan air, berburu ikan kecil. Bersarang di lubang tanah, dengan panjang terowongan sampai 1 m. Jumlah telur 5-7 berwarna putih mengkilap.
Gambar 3. Cekakak Biru-langit (ras affinis) di Halmahera. Sumber: dokumentasi pribadi.
Cekakak Biru-langit tersebar di seluruh Papua, Kepulauan Maluku sampai Australia. Terdiri dari 7 sub-spesies:
- affinis (G. R. Gray, 1860) – Morotai, Halmahera dan Bacan (Maluku utara).
- lessonii (Cassin, 1850) – kepulauan di Papua Barat dan Dataran Rendah Selatan Papua ke timur sampai Kepulauan D’Entrecasteaux, juga di Kepulauan Aru.
- ochrogaster (Reichenow, 1903) – Kepulauan di Teluk Cendrawasih, dan di Papua bagian utara dari Sungai Mamberano ke timur sampai Teluk Astrolabe, ke selatan sampai Lembah Wahgi, juga di Pulau Karkar dan Kepulaun Admiralty.
- yamdenae (Rothschild, 1901) – Pulau Romang (NTT) dan Kepulauan Tanimbar.
- ruficollaris (Bankier, 1841) – Australia utara, dari Kimberley ke timur sampai Cooktown.
- azurea Latham, 1801 – Australia timur & tenggara, dari Cooktown ke selatan sampai Victoria.
- diemenensis (Gould, 1846) – Tasmania.
Oleh IUCN, Cekakak Biru-langit dikategorikan beresiko rendah untuk punah (Least Concern) karena daerah sebarannya yang luas dan populasi yang masih melimpah. Burung ini tidak masuk dalam lampiran Appendiks CITES. Namun, masuk dalam daftar satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan UU No. 5/1990, PP No. 7/1999.
4. Cekakak Suci (Todirhampus sancta).
Cekakak Suci (Suku Alcedinidae) termasuk burung yang bersahabat dengan pengamat, karena cukup jinak dan mudah didekati untuk didokumentasikan. Berukuran sedang (22 cm), berwarna biru putih. Bentuknya mirip Cekakak Sungai. Perbedaannya: ukuran tubuh sedikit kecil, bagian yang berwarna biru lebih kehijauan, dada tersapu kuning atau merah karat (bukan putih bersih).
Iris coklat, paruh hitam, kaki abu-abu terang. Burung ini dianggap sebagai burung suci (keramat) bagi masyarakat Kepulauan Pasifik Tengah. Suara mirip cekakak sungai tetapi jarang terdengar. Nada suara khas, terdiri dari empat nada : “kii-kii-kii-kii,kii-kii-kii-kii”. Terdiri dari 5 sub-spesies, dengan daerah persebaran:
- sanctus ( Vigors & Horsfield, 1827) – Australia, dan mungkin di Solomon timur (Guadalcanal, San Cristobal); bermigrasi ke Indonesia dan Melanesia.
- vagans ( Lesson, 1830) – Pulau Lord Howe, Pulau Norfolk, Kepulauan Kermadec dan Selandia Baru.
- canacorum ( Brasil, 1916) – Kaledonia Baru dan Pulau Pines.
- macmillani ( Mayr, 1940) – Kepulauan Loyalty.
- recurvirostris (Lafresnaye, 1842) – Apolima, Upolu dan Savaii (Samoa Barat).
Gambar 4. Cekakak Suci (ras sanctus ) di Halmahera. Sumber: dokumentasi pribadi.
Cekakak Suci sering bertengger pada tiang, dahan pohon di hutan mangrove, atau bahkan turun ke pasir atau lumpur. Berburu di sepanjang pantai, menyambar serangga, kepiting, dan udang-udangan di tanah. Lebih jinak, tetapi tidak semenonjol Cekakak Sungai.
Cekakak Suci dikategorikan beresiko rendah oleh IUCN untuk punah (LC), tidak termasuk dalam lampiran Appendiks CITES, namun termasuk jenis burung yang dilindungi di Indonesia berdasarkan UU No. 5/1990, PP No. 7/1999.
5. Kekep Babi (Artamus leucorhynchus).
Kekep Babi (Suku Artamidae) termasuk penerbang yang sangat mahir dan pemberani. Gerakan terbangnya sangat cepat dan gesit saat mengejar serangga. Kekep Babi juga tak segan-segan akan menyerang burung pemangsa seperti Elang, Alap-Alap dan Gagak yang mendekati sarangnya.
Berukuran sedang (18 cm), berwarna abu-abu dan putih. Paruh abu-abu, putih kebiruan dan besar (leucos=putih, rhynchos=paruh); Kepala, dagu, punggung, sayap, dan ekor abu-abu gosong; tunggir dan tubuh bagian bawah putih bersih. Iris coklat; paruh abu-abu kebiruan; kaki abu-abu.
Sepintas saat terbang, Kekep Babi agak mirip dengan burung layang-layang. Bedanya bentuk sayap Kekep Babi terlihat segitiga lebar, ekor persegi, dan paruh jauh lebih besar. Suara bernada “ti-ti, ciuw ciuw ciuw” tanpa irama dan “tek”.
Kadang berkicau mirip Bentet. Umum di daerah terbuka, dari permukaan laut sampai ketinggian 1.500 mdpl. Sering teramati bertengger di pohon kering, pohon cemara, kabel telepon atau kabel listrik, tiang-tiang atau tenggeran lain.
Kekep Babi sering terbang melingkar untuk memburu serangga, kadang-kadang di atas air. Terbang seperti burung layang-layang, melayang tanpa mengepakkan sayap. Duduk berkelompok saling berdekatan, menyelisik, dan menggoyangkan ekornya. Menyerang Alap-alap, Elang, dan Gagak dengan berani.
Gambar 5. Kekep Babi (ras leucopygialis ) di Halmahera. Sumber: dokumentasi pribadi.
Terdiri dari 9 sub-spesies dan tersebar luas, meliputi Filipina, Indonesia, Papua dan Australia.
- humei (Stresemann, 1913): Kepulauan Cocos dan Kepulauan Andaman.
- pelewensis (Finsch, 1876): Kepulauan Palau.
- tenuis (Mayr, 1943): Kepulauan Banks dan Vanuatu.
- melaleucus (Wagler, 1827): New Caledonia dan Kepulauan Loyalty.
- leucorynchus ( Linnaeus, 1771): Filipina, Kepulauan Sulu, Natuna, dan Kalimantan (termasuk pulau-pulau di ujung utara tepi pantai dan Maratua, di ujung pantai timur)
- amydrus (Oberholser, 1917): Sumatra, barat Semenanjung Malaysia, Bangka, Jawa, Masalembu Besar (di timur laut Jawa), Kepulauan Kangean dan Bali.
- albiventer ( Lesson, 1831): Sulawesi dan Sunda Kecil (Lombok sampai Timor dan Wetar).
- musschenbroeki (A. B. Meyer, 1884): Babar dan Kepulauan Tanimbar, di timur Sunda Kecil.
- leucopygialis (Gould, 1842): Maluku, Papua, Kepulauan Aru, Australia bagian utara dan timur.
Kekep Babi dikategorikan beresiko rendah (LC) oleh IUCN, tidak masuk dalam Appendiks CITES dan tidak termasuk dalam daftar spesies burung yang dilindungi di Indonesia.
6. Burung Madu Sriganti (Nectarinia jugularis).
Berukuran kecil (10 cm), berperut kuning terang. Jantan dagu dan dada hitam-ungu metalik, punggung hijau-zaitun. Betina: tanpa warna hitam, tubuh bagian atas hijau zaitun, tubuh bagian bawah kuning, alis biasanya kuning muda. Iris coklat tua, paruh dan kaki hitam.
Nada suara: “ciip,ciip, chii wiit” dan suatu melodi pendek yang diakhiri dengan getaran nyaring. Dalam kelompok kecil, berpindah-pindah dari satu pohon atau semak berbunga ke semak lainnya. Jantan kadang-kadang berkejar-kejaran, mondar-mandir dengan galak. Mengunjungi pekarangan, semak pantai, dan hutan mangrove. Mendatangi bunga Loranthus, Morinda, pohon pepaya, dan lain-lain. Terutama memakan nektar, serangga kecil, dan laba-laba.
Sarang berbentuk kantung dari rumput yang tergantung pada dahan yang rendah dan terjalin dengan kapas alang-alang. Telur 2 butir berwarna keputihan berbintik abu-abu putih. Berbiak sepanjang tahun.
Gambar 6. Burung Madu Sriganti (ras frenatus ) di Halmahera. Sumber: dokumentasi pribadi.
Burung Madu Sriganti tersebar luas mulai dari Cina, Asia Tenggara, Filipina, Semenanjung Malaysia, dan Indonesia, sampai Papua dan Australia. Terdapat 22 sub-species yang sudah teridentifikasi, dimana 11 diantaranya berada di wilayah Indonesia.
Burung-madu yang paling umum di daerah dataran rendah terbuka, kadang-kadang sampai ketinggian 1.700 m di seluruh Sunda Besar (termasuk pulau-pulau kecil di sekitarnya).
Sebelas sub-spesies ada di Indonesia. Burung Madu Sriganti di Halmahera termasuk ras frenatus (S. Müller, 1843) dengan daerah sebaran mencakup Maluku Utara (Morotai, Halmahera, Ternate, Mare, Moti, Kayoa, Bacan, Obi dan Gomumu, mungkin juga di Bisa) ke timur sampai Papua (kecuali daerah pesisir utara), Kepulauan Aru, Gugus Pulau D’Entrecasteaux dan Timur Laut Australia (Utara & Tenggara Queensland).
Burung ini dikategorikan beresiko rendah (Least Concern=kurang mengkhawatirkan) oleh IUCN. Tidak termasuk dalam Appendiks CITES, namun dilindungi oleh pemerintah berdasarkan UU No. 5/1990, PP No. 7/1999.
7. Burung Madu Hitam (Nectarinia aspasia) atau Leptocoma sericea (Lesson, 1827).
Burung Madu Hitam atau Black Sunbird (Suku Nectariidae) berukuran kecil (11 cm). Jantan: mungil, berwarna hitam, dengan kilauan warni-warni biru dan ungu. Paruh ramping melengkung ke bawah. Betina : kepala abu-abu, tenggorokan lebih pucat, punggung dan sayap zaitun, perut kuning pucat.
Suara dengan desis bernada tinggi, lemah, juga rangkaian nada-nada tinggi yang identik, bersambungan cepat disertai dengan getaran lambat nada yang lebih rendah dan rangkaian nada yang naik turun cepat antara dua nada. Beberapa suaranya mirip dengan Isap-madu Kalung-coklat, lainnya mirip Cabai Papua.
Gambar 7. Burung-madu Hitam (ras auriceps) di Halmahera. Sumber: dokumentasi pribadi.
Tersebar di pulau-pulau kecil dari Sulawesi, Maluku, Papua sampai Bismarck. Secara global terdiri atas 23 sub-spesies. Burung-madu Hitam Maluku Utara tergolong ras auriceps (G. R. Gray, 1861) dengan daerah sebaran mencakup: Tidore, Morotai, Halmahera, Ternate, Mare, Makian, Bacan, Obi, Damar, Gebe; juga di Banggai dan Sula.
Menghuni kanopi hutan dataran rendah, tepi hutan, kebun dan hutan mangrove, sampai ketinggian 1200 m, tetapi tidak ditemui pada bagian dalam hutan yang teduh. Aktif mencari makan di tempat terbuka, biasanya di lapisan vegetasi bagian luar, mengambil artropoda dari dedaunan; juga makan bunga-bungaan.
Burung Madu Hitam dikategorikan beresiko rendah (Least Concern = kurang mengkhawatirkan) oleh IUCN. Burung ini tidak termasuk dalam Appendiks CITES, namun dilindungi oleh pemerintah berdasarkan UU No. 5/1990, PP No. 7/1999.
8. Bondol Taruk (Lonchura molucca).
Bondol Taruk (Suku Estrildidae) berukuran kecil (11 cm.) berwarna coklat. Perut dan tunggir putih dengan garis-garis melintang hitam (atau coklat) yang rapat. Tengkuk dan punggung coklat terang; sayap dan ekor coklat tua. Dahi, mahkota, tenggorokan, dan dada coklat kehitaman. Iris coklat; paruh dan kaki abu-abu.
Mudah dijumpai di daerah berumput sekunder, mulai dari tepi jalan, lahan budidaya, sawah, daerah terbuka, dan di sekitar permukiman termasuk di taman-taman kota. Di Pulau-pulau kecil hanya ditemukan di dataran rendah, namun di Pulau Sulawesi bisa ditemukan sampai ketinggian 1000 mdpl.
Gambar 8. Bondol Taruk (ras molucca) di Halmahera. Sumber: dokumentasi pribadi.
Endemik Indonesia. Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Jawa (hanya di Pulau Kangean), Bali (hanya di Pulau Nusa Penida). Terdiri atas 2 sub-spesies dengan daerah persebaran:
- molucca ( Linnaeus, 1766) – Kep. Talaud, Sangihe, Siau, Ruang, Sulawesi (ke Selatan sampai Kalao, Kalaotoa dan Tukangbesi), Kep. Sula, dan Maluku dari Morotai dan Halmahera ke Selatan sampai Buru, Seram, Tayandu dan Kai.
- propinqua ( Sharpe, 1890) – Kep. Kangean, Lembongan dan Nusa Penida (di Selatan P. Bali), Sumbawa, Komodo, Sumba, Flores, Paloe, Besar, Adonara, Pantar, Alor, Timor and Tanimbar).
Bondol Taruk dikategorikan beresiko rendah (Least Concern=kurang mengkhawatirkan) oleh IUCN. Burung ini tidak termasuk dalam Appendiks CITES dan tidak masuk dalam daftar spesies fauna yang dilindungi di Indonesia.
9. Burung Gereja Erasia (Passer montanus).
Burung Gereja (Suku Estrildidae) berukuran kecil (14 cm), berwana coklat. Mahkota berwarna coklat berangan; dagu, tenggorokan, bercak pipi, dan setrip mata hitam; tubuh bagian bawah kuning-tua keabu-abuan; tubuh bagian atas berbintik-bintik coklat dengan tanda hitam dan putih.
Burung muda berwarna lebih pucat dengan tanda khas yang kurang jelas. Iris coklat; paruh abu-abu; kaki coklat. Cicitan ramai dan nada-nada ocehan cepat. Lokal dan ras: Sumatera, Jawa, dan Bali. 10 ras di dunia, 2 ras di Indonesia.
- P. m. malaccensis (A. J. C. Dubois, 1885): Asia Tenggara dari timur Myanmar sampai Indochina dan China bagian tenggara (termasuk Hainan), dari selatan sampai semenanjung Malaysia, Sumatra, Jawa, Philippina selatan, Sulawesi dan Sunda kecil.
- P. m. saturatus (Stejneger, 1885): Pulau Sakhalin, Kurils selatan, Jepang, Korea selatan, Kepulauan Ryukyu, Taiwan, Philippina, Kalimantan bagian utara dan utara kepulauan Indonesia.
Catatan: hasil intoduksi atau migrasi yang baru terdapat di sepanjang Filipina dan Indonesia sampai Australia dan Kepulauan Pasifik.
Gambar 9. Burung Gereja Erasia (ras saturatus ) di Halmahera. Sumber: dokumentasi pribadi.
Sangat mudah dijumpai di daerah perkotaan dan pedesaan, terutama di sekitar tempat penggilingan padi, sampai ketinggian 1500 mdpl. Hidup berkelompok di seputaran rumah, gudang, dan tempat-tempat lain di sekitar daerah permukiman manusia. Mencari makan di tanah dan lahan pertanian, mematuki biji-biji kecil dan beras.
Burung Gereja adalah burung yang paling umum dan paling mudah ditemukan di kota-kota besar di Indonesia. Burung ini dikategorikan beresiko rendah (Least Concern=kurang mengkhawatirkan) oleh IUCN, tidak termasuk dalam Appendiks CITES dan tidak masuk dalam daftar spesies fauna yang dilindungi di Indonesia.
Mengamati burung secara langsung di habitat aslinya sungguh menyenangkan. Kita dapat belajar dan melihat bagaimana sempurnanya sang Pencipta, mengatur keseimbangan alam ini. Burung pemakan serangga diciptakan untuk mengendalikan populasi serangga agar tidak menjadi wabah.
Burung pemakan buah dan biji diciptakan untuk menjamin kelestarian dan regenerasi hutan. Burung madu diciptakan untuk memastikan terbentuknya buah dan biji dengan kualitas terbaik.